Bad Luck – Meteor hits
- Home
- Cerita Sex Gay
- Bad Luck – Meteor hits
CERITA SEX GAY,,,,,,,
Bad Luck – Meteor hits
Arul, yang sangat tampan itu tak mungkin seorang penyuka sesama jenis, pikirku. Lagipula dia sudah memiliki pacar, seorang wanita yang sudah sejak SMU dipacarinya, namanya Vita. Vita yang sekarang masih duduk di bangku SMU kelas tiga itu memang cukup cantik dan juga ‘berharta’. Menurutku mereka memang pasangan yang serasi. Mereka sering bermesra-mesraan didepan ku dan anak-anak, terutama Vita yang terlihat sangat tergila-gila pada Arul.
Memang arul tidak begitu antusias meladeni manjaan-manjaan Vita saat aku berada bersama dengan mereka, tapi itu tidak membuktikan apakah dia.. Tapi tingkahnya itu memang menggangguku. Juga sikapnya yang lain, seperti saat kupergoki ia sedang mencuri pandang kearahku ia langsung melihat kearah lain. Jadi kujalankan siasat untuk mengetesnya perlahan-lahan.
“Rul, gue balik sama lo yah!, lo kan bawa motor, rumah gue deket kok dari rumah lo!” Tanyaku sambil memasang wajah memelas.
“Ayo aja, tapi bensin lo yang bayarin yah!” Jawabnya sambil tersenyum.
“Gampang deh, asal servisnya memuaskan itu sih bisa diatur.” Jawabku tersenyum.
“Nggak kok, cuma bercanda!” Tambahnya tersenyum.
Sekarang aku lagi diboncengnya, duduk di jok belakang ‘Ninja’ ini dan hanya beberapa sentimeter dibelakang pria tampan ini, tentu saja takkan kubiarkan saat ini berlalu begitu saja. Kadang saat ia mengerem, ku condongkan tubuhku kepunggungnya sehingga tubuhku menempel dengannya. Atau saat ia mengajak ngobrol, kudekatkan wajahku dekat helm ‘Skater’-nya. Saat-saat seperti itulah dimana aku bisa merasakan aroma tubuhnya, suara lembutnya dengan jelas bergetar ditelingaku juga desahan nafasnya dileher yang membuat bulu kudukku merinding.
“Udah Rul, udah nyampe!” Akhirnya keluar juga kata yang sebenarnya tak ingin kuucapkan
“O, jadi ini rumahmu, ternyata rumah lo tuh deket banget sama rumah gue!”
“Lo kan udah tau rumah gue, kenapa lo nggak pernah maen ke rumah gue?”
“Wah sombong banget nih kayaknya nggak mau maen ke rumah gue!” Tanyanya.
“Bukannya gitu, tapi.. Emm..” Dia saja yang tak tahu kalau, sebeentar saja aku didekatnya sudah deg-degan apalagi kalau lama-lama dan cuma berdua saja.
“Iya deh entar kapan-kapan.” Jawabku
“Udah entar malem aja lo ke rumah gue jam 8, ok!”
“Entar malam?”
“Iya, entar malam, bisa kan?”
“Ok deh eentar malem, jam 8.”
“Ya udah gue tunggu lo entar malem, awas kalau nggak dateng!”
“Ted, aku mau ke rumah temen gue dulu, ada perlu.” Ucapku.
“Tante mana?” Tanyaku.
“Lagi ke warung. Perginya lama nggak?” Tanyanya kemudian.
“Nggak lama kok.” Jawabku sambil berlalu.
Kini aku sudah berada tepat didepan pintu rumahnya. Kuketuk pintu rumahnya. Tok, tok, tok!
“Permisi..” Teriakku agak keras menyusul.
Tak lama kemudian keluarlah dia dengan t-shirt dan celana pendeknya.
“Akhirnya lo datang juga, gue tungguin dari tadi.”
“Emangnya gue telat yah?” Tanyaku sambil kulihat jam tangan yang melingkar di tanganku.
“Ah, jam 8 juga belum.” Ucapku.
“Nggak, gue kirain lo nggakkan dateng.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Kita langsung keatas aja, kekamar gue, dibawah berantakan banget.” Ajaknya.
“Di kamar? Ok!” Oh god kuat kan diriku.
Lalu kami pun sampai di kamarnya. Ya ampun, padahal kamarnya lebih berantakan dari pada yang dibawah tadi. Sekitar satu jam kami ngobrol dan tidak terjadi apapun,
“Rul, gue mo balik ah, udah malem.” Kataku.
“Nggak nginep aja. entar ada apa-apa lagi di jalan.” Tawarnya padaku.
“Ah deket ini kok. Maybe next time, ok!” Tolakku halus
“Gue tunggu!” Jawabnya dengan senyum.
Dan aku pun kembali ke rumah. Sejak saat itu aku jadi sering maen kerumahnya, dan aku menikmati saat-saat bersamanya. Dan sepertinya diapun senang. Namun ada yang tidak merasa senang yaitu Teddy, karena seringnya aku keluar malam, dia merasa diacuhkan olehku. Dari sinilah peristiwa-peristiwa yang tak pernah kukiram, terjadi.
Siang itu, sehabis kuliah aku tak sengaja melihat Teddy sedang mengobrol dengan seorang pria yang umurnya sekitar 25-an, mungkin, didepan sebuah warnet. Dalam kepalaku mulai terpikir, mungkinkah Teddy sedang mengobrol dengan teman chattingnya? Mungkinkah pria yang bersamanya itu juga seorang gay. Aku tak mau berpikir lebih jauh, aku langsung saja pulang. Baru malamnya aku mencoba bertanya padanya tentang apa yang kulihat tadi siang.
“Eh Ted, tadi gue liat lo di depan warnet sama cowok, mm.. Siapa sih?” Tanyaku.
“O, oh, ee.. I.. Itu, itu kakaknya temen Teddy.” Jawabnya terbata.
Dari jawabannya yang terbata-bata itu terlihat kalau Teddy berbohong, tapi ya sudahlah terserah dia.
“Kalau Kak Indra, waktu itu naek motor boncengan sama siapa?” Tiba-tiba Teddy balas bertanya.
“Kapan? Mm.. Oh yang itu, sama Arul, temen sekampus gue. Emang kenapa?” Tanyaku heran.
“Ah nggak kok!” Jawabnya, menutup obrolan malam itu.
Paginya sebelum aku kuliah, tante berkata kepadaku dan Teddy, “Ted, Ibu sama Della mau jenguk Oma Rini ke Jakarta, pulangnya mungkin minggu, dua hari lagi. Kamu jaga rumah sama Indra! Kamu masih libur sekolah kan?”
“Masih.” Jawab Teddy. Teddy memang sudah 5 hari ini libur, soalnya anak kelas 3 disekolahnya sedang ada ujian.
“Indra, tante nitip Teddy, yah!” Tanteku lagi.
“Iya tante.” Jawabku.
“What! Dosennya nggak ada! Cape-cape gue kesini dong, Rul.” Gerutuku.
“Udah main ke rumah gue aja. Bokap sama nyokap gue lagi liburan ke Bali.” Kata-katanya itu membuat kesalku yang tadi, hilang seketika.
“Wah asyik tuh, boleh deh.” Jawabku bersemangat.
“Tapi lo anter gue balik dulu yah, gue mo ngambil sesuatu.” Tambahku lagi.
“Ok!” jawabnya.
“Ya, stop!” Kataku sambil turun dari motornya.
“Lo tunggu disini aja, gue cuma sebeentar kok.” Tambahku lagi sambil bergegas.
“Eh, motor siapa ini?”
Kulihat sebuah motor bebek terpakir dihalaman. Tapi saat aku masuk, tak ada siapapun di ruang tamu. Aku berjalan menaiki tangga dan berjalan menuju kamarku, tapi entah mengapa, bukannya masuk kedalam, aku malah mengintip kedalam lewat lubang pintu. Dan.. Melalui lubang itu, kulihat Teddy sedang bersama pria yang waktu itu. Mereka sedang mengobrol yang entah apa. Aku tak bisa mendengar suara mereka, tapi aku bisa melihat mereka dengan jelas. Lalu.. Aku melihat pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah Teddy, dan.. Ia menciumnya. Aku.. Aku tak bisa melihat semua itu. Lalu aku bergegas pergi keluar.
“Lama banget, katanya cuma sebeentar.” Tanya Arul menggoda.
“E.. Itu, barangnya nggak ada, padahal udah dicari kemana-mana, tapi nggak penting kok, udah ayo berangkat aja!” Jawabku sekenanya.
Kenapa gue gini, apa gue cemburu? Apa gue.. Teddy.. Tapi..
“Kok lo kayak yang lagi bete gitu?”
Sepertinya Arul mengetahui kegelisahan yang semejak siang tadi sampai sore ini menggangguku, “Lo maen game aja dikomputer gue, daripada lo bete terus.” Tambahnya lagi.
“Gue kewarung dulu yah beli cemilan, ok!, pokoknya pas gue balik nggak ada bete. Gue pergi dulu yah.”
Hiburnya sambil berlalu pergi. Kupikir apa yang Arul bilang bener juga. Kunyalakan komputernya, tapi tiba-tiba saja aku jadi ingin mengecek sesuatu. Kucari-cari dan.. Akhirnya dengan susah payah kutemukan juga gambar-gambar yang ia simpan dengan sangat tersembunyi. Tapi yang kulihat ternyata gambar dan film adegan bercinta pria dan wanita.
“Ternyata Arul itu normal.” Pikirku.
“Eh, kok ada ‘hidden files’-nya.”
Pandanganku teralih pada ‘status bar’. Dan saat ku buka.. Holly god, aku melihat gambar-gambar adegan sesama pria, juga ada filmnya.
“Mungkinkah Arul seorang biseksual, atau.. Gay, sama kayak gue?” Ucapku dengan suara pelan.
“Jadi lo.. Gay, ‘Ndra.”
Aku terhentak saat tiba-tiba saja kudengar suara Arul berkata dibelakangku. Aku terdiam terpaku tak mampu bicara.
“Gue.. Bisex.” Aku sangat kaget mendengar kata-katanya, “And gue suka lo, ‘Ndra.”
Lagi kata-kata yang mengejutkan keluar dari bibirnya. Dan aku tetap terdiam, terpaku. Tiba-tiba Arul merangkulku dari belakang. Lalu ia menciumi dan menjilati leherku.
“Eng.. Hh..” Aku mengerang geli.
Sesaat itu aku teringat kejadian tadi siang saat pria itu.. Menciumi.. Langsung aku berdiri menghadap Arul, kupandangi sesaat wajah tampannya, kulit putihnya, rambut spikenya, dia memakai t-shirt hitam dan celana army 3/4. Kupeluk dia, kucium bibirnya memburu dan sebaliknya, iapun memainkan lidahnya dengan ganas. Turun kebawah, dalam posisi jongkok kubuka celananya, semeentara itu dia membuka t-shirtnya. Lalu kubuka CD putih yang menutupi batang kejantannya. Dan, Wow.. Penis berukuran ekstra selain itu, seluruh tubuhnya ditumbuhi banyak sekali bulu halus. Kumulai mengulum penisnya, kujilati beserta testisnya.
“Enak banget, ndra, terus..” Sering sekali kalimat itu terucap dari mulutnya. Ganti posisi 69, aku dibawah dan dia diatas, dijilatnya penisku, lalu anusku.
“Ah.. Hh..” Nikmat sekali.
“Mau kemana?” Tiba-tiba saja arul berhenti dan pergi. Namun tak lama kemudian ia kembali dengan penis yang telah di lumuri air sabun dan duduk diatas bangku.
“Kesini dong, ‘Ndra.” Pintanya lembut. Lalu kuhampiri dia, dan saat aku akan duduk diatas pahanya, Arul mengarahkan penisnya agar masuk kedalam lubangku. Pelan.. Pelan.. Dan akhirnya masuk semua. Dijilatnya kedua putingku bergantian. Sedangkan aku mendesah terbuai kenikmatan. Kurangkul pundaknya erat dan kulipat kakiku melingkari pantat putihnya ketika kemudian Arul berdiri dan dengan tangannya ia mulai mengangkat dan menurunkan pantatku naik turun sehingga penisnya keluar masuk lubangku.
“Haah.. Ehh.. Ehh.. Ehh..” Desahan nafas memburu Arul seirama. Dan
“Aahh.. Hh.. Aah.. Hh.. Aah.. Hh..” Teriaknya lepas sambil menyemburkan sperma hangat dalam lubangku dan kami pun jatuh terkulai diatas kasur. Pelan aku bertanya padanya, “Rul, apa kamu pernah melakukan ini dengan cowo sebelum gue?”
“Nggak. Lo yang pertama.” Jawabnya, juga pelan.
“Kalau dengan cewe?” Tanyaku.
“Jujur.” Tambahku.
“Mm, pernah.” Jawabnya.
“Vita.” Tanyaku lagi.
“Iya, tapi gue suka elo ndra.” Jawabnya meyakinkanku.
“Rul.. gue mo ngasih lo sesuatu yang nggak lo dapet dari Vita, dari cewek.” Bisikku lembut.
Masih terkulai lemas kuangkat kakinya kepundakku dan kumasukkan penisku kedalam lubangnya. Kugerakkan maju mundur, cepat sekali dan, “Aah.. Hh.. Aah.. Aah.. Hh..”
Malam sudah mulai larut, aku dan Teddy masih nonton TV di atas sofa. Namun sejak tadi kami tidak berkata sedikitpun. Hingga kemudian dia pecah keheningan itu.
“Kak, Kakak kemaren kemana? Untung Ibu baru pulang besok dari Jakarta, kalau nggak dia pasti khawatir Kakak nggak pulang semalaman.” Teddy bertanya dengan suara pelan.
“Sorry, tadi malem gue nginep dirumah temen gue.” Jawabku singkat.
“Kak.” Suara Teddy terdengar sangat pelan dan berat. Sedikit tertunduk kemudian ia melanjutkan kalimatnya.
“Sebenarnya pria yang kakak lihat waktu di depan warnet itu.. Itu temen chatting Teddy. Dia gay.” Masih tertunduk Teddy menceritakan pengakuan yang sebenarnya sudah ku ketahui.
“Kemaren siang dia ke rumah, di-dia Teddy ajak kesini, ke kamar ini, “Setelah menghela napas Teddy melanjutkan kalimatnya,” Lalu kami mengobrol dan.. Dan dia mencium Teddy.
“Sebenarnya aku tak mau mendengar semua ini. Namun, tiba-tiba Teddy ingat sama Kakak.” Hatiku terhentak mendengar kata itu.
“Teddy nggak bisa meneruskannya. Teddy merasa bersalah.”
“Sebenarnya Teddy melakukan ini, mencoba mencari laki-laki lain dan sebagainya, itu semua karena Teddy kesal dengan Kakak yang akhir-akhir ini kurang perhatian sama Teddy.” Lanjutnya.
“Maafin Teddy Kak.” Suaranya agak terisak.
Aku tak tahan lagi. Kuterjang tubuhnya sampai terhempas ke kasur.
“Kamu tidak bersalah, aku.. Aku yang bersalah..” Ucapku serak. Kupeluk tubuhnya tak kulepaskan walau tiba saat surya menapakkan sinarnya di kulitku.
Tamat ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,